Minggu, 09 Oktober 2016

Kisah Rini, Seorang Diri Mengasuh Anak yang Menderita Hydrosefalus (Repost : 15 Juli 2016)


Kelahiran anak pertama mendatangkan kebahagiaan tak terkira bagi Afrini Petni (33) dan suaminya pada sembilan tahun yang lalu. Namun, kebahagiaan tersebut berubah menjadi kekhwatiran saat melihat perkembangan bagian kepala putranya, Afwandi, yang tidak semestinya dan semakin membesar. Rini membawa Afwandi ke salah satu rumah sakit di Duri, Riau untuk konsul. Petugas kesehatan di rumah sakit tersebut menyampaikan ada kelainan di kepala Afwandi, sehingga di rujuk ke RS M. Djamil Padang untuk konsul lebih lanjut.
Rini dengan Afwandri (9 tahun)

“Dokter di M. Djamil Padang menyatakan perlu tindakan operasi secepatnya karena menderita Hidrosefalus. Kami diminta untuk menyiapkan uang yang sangat besar, sekitar 20 jutaan rupiah. Karena tidak ada uang, Afwandi kami bawa pulang lagi. Kami memutuskan tidak balik ke Duri, tetapi tinggal di rumah orangtua suami (mertua) di Sungai Limau,” cerita Rini kepada Buyuang saat ditemui di rumah orangtuanya di Kampung Kandang, Nagari Pauah Kamba, Kecamatan Nan Sabaris, Padang Pariaman, Kamis (15/7).

Pada usia 20 bulan, lanjut Rini, Afwandi baru bisa dioperasi setelah mendapat jaminan biaya melalui jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Sebelum operasi, dokter yang menangani Afwandi menyampaikan bahwa kondisi Afwandi tidak bisa disembuhkan lagi. Tindakan yang akan dilakukan hanya untuk mencegah pembesaran batok kepala dengan cara mengeluarkan cairan di kepala melalui selang.

“Saya sangat terpukul saat itu. Namun saya tetap berdoa agar Afwandi tetap sehat dan bisa menjaganya sampai akhir hayat nanti. Dan cobaan kembali datang setelah setahun melahirkan anak kedua. Ayah anak-anak meninggalkan meninggalkan saya untuk mengasuh dan membesarkan anak-anak sendirian,” tutur Rini dengan terbata-bata.

Tinggal di rumah orangtuanya, Rini melakukan pekerjaan menjahit bordir mukena di rumah. Tidak banyak yang bisa diselesaikan, paling banyak delapan helai mukena sebulan. Dengan upah 50 ribu rupiah perhelai atau 400 ribu rupiah tiap bulan, Rini gunakan untuk biaya mengobati dan keperluan Afwandi.

Melalui kepala Puskesmas Pauh Kambar, Ns. Rosnani,S.Kep, pada tahun 2015 Rini mendapat bantuan dari Baznas Padang Pariaman. Juga termasuk menerima bantuan dari Dinsosnaker Padang Pariaman. “Dari Baznas pernah dibantu sekali sebesar dua juta rupiah. Dinsosnaker juga membantu 300 ribu rupiah perbulan, namun keluarnya tidak terjadwal,” jelas Rini.

Kondisi Afwandi (9) saat ini semakin memburuk, sambung Rini. Kejang-kejang yang dialaminya pada tahun 2015 membuat kakinya berlipat. Hal ini diperparah dengan munculnya penyakit kulit di kaki dan tangannya. Apalagi dokter tempat kontrol Afwandi di RSUD Pariaman juga menyampaikan bahwa Afwandi juga terkena asma dan epilepsi.

“Saya berharap, ada pembaca Buyuang yang mau memberi saya pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah, sehingga masih bisa menjaga dan mengasuh Afwandi. Karena saat ini saya membutuhkan biaya yang besar. Selain biaya rutin untuk Afwandi, anak kedua saya juga mulai masuk sekolah dasar pada tahun ini,” harap Rini.

Setiap bulan, Afwandi membutuhkan biaya sekitar satu juta rupiah, dimana biaya terbesar untuk membeli susu. Sedangkan kebutuhan lain berupa pempers, iuran BPJS kelas 3, dan ongkos untuk pergi terapi ke RSUD Pariaman dua kali setiap minggu.

“Afwandi sudah tidak mempunyai gigi, sehingga asupan yang diberikan berupa nasi tim (digiling halus) dan susu. Untuk susu bubuk dengan merek SGM saja menghabiskan uang sebanyak 700  ribu rupiah tiap bulan. Dengan kondisi ekonomi saya seperti ini, diakali dengan memberi susu kental manis, itupun member air yang lebih banyak,” ujar Rini. (cby/01)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar