Kelahiran anak pertama mendatangkan kebahagiaan tak terkira bagi Afrini Petni (33) dan suaminya pada sembilan tahun yang lalu. Namun, kebahagiaan tersebut berubah menjadi kekhwatiran saat melihat perkembangan bagian kepala putranya, Afwandi, yang tidak semestinya dan semakin membesar. Rini membawa Afwandi ke salah satu rumah sakit di Duri, Riau untuk konsul. Petugas kesehatan di rumah sakit tersebut menyampaikan ada kelainan di kepala Afwandi, sehingga di rujuk ke RS M. Djamil Padang untuk konsul lebih lanjut.
Rini dengan Afwandri (9 tahun) |
“Dokter di M. Djamil Padang
menyatakan perlu tindakan operasi secepatnya karena menderita Hidrosefalus.
Kami diminta untuk menyiapkan uang yang sangat besar, sekitar 20 jutaan rupiah.
Karena tidak ada uang, Afwandi kami bawa pulang lagi. Kami memutuskan tidak
balik ke Duri, tetapi tinggal di rumah orangtua suami (mertua) di Sungai
Limau,” cerita Rini kepada Buyuang saat ditemui di rumah orangtuanya di Kampung
Kandang, Nagari Pauah Kamba, Kecamatan Nan Sabaris, Padang Pariaman, Kamis
(15/7).
Pada usia 20 bulan, lanjut Rini,
Afwandi baru bisa dioperasi setelah mendapat jaminan biaya melalui jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda). Sebelum operasi, dokter yang menangani Afwandi
menyampaikan bahwa kondisi Afwandi tidak bisa disembuhkan lagi. Tindakan yang
akan dilakukan hanya untuk mencegah pembesaran batok kepala dengan cara
mengeluarkan cairan di kepala melalui selang.
“Saya sangat terpukul saat itu.
Namun saya tetap berdoa agar Afwandi tetap sehat dan bisa menjaganya sampai
akhir hayat nanti. Dan cobaan kembali datang setelah setahun melahirkan anak
kedua. Ayah anak-anak meninggalkan meninggalkan saya untuk mengasuh dan
membesarkan anak-anak sendirian,” tutur Rini dengan terbata-bata.
Tinggal di rumah orangtuanya, Rini
melakukan pekerjaan menjahit bordir mukena di rumah. Tidak banyak yang bisa
diselesaikan, paling banyak delapan helai mukena sebulan. Dengan upah 50 ribu
rupiah perhelai atau 400 ribu rupiah tiap bulan, Rini gunakan untuk biaya
mengobati dan keperluan Afwandi.
Melalui kepala Puskesmas Pauh
Kambar, Ns. Rosnani,S.Kep, pada tahun 2015 Rini mendapat bantuan dari Baznas
Padang Pariaman. Juga termasuk menerima bantuan dari Dinsosnaker Padang
Pariaman. “Dari Baznas pernah dibantu sekali sebesar dua juta rupiah.
Dinsosnaker juga membantu 300 ribu rupiah perbulan, namun keluarnya tidak
terjadwal,” jelas Rini.
Kondisi Afwandi (9) saat ini semakin
memburuk, sambung Rini. Kejang-kejang yang dialaminya pada tahun 2015 membuat
kakinya berlipat. Hal ini diperparah dengan munculnya penyakit kulit di kaki
dan tangannya. Apalagi dokter tempat kontrol Afwandi di RSUD Pariaman juga
menyampaikan bahwa Afwandi juga terkena asma dan epilepsi.
“Saya berharap, ada pembaca Buyuang
yang mau memberi saya pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah, sehingga masih
bisa menjaga dan mengasuh Afwandi. Karena saat ini saya membutuhkan biaya yang
besar. Selain biaya rutin untuk Afwandi, anak kedua saya juga mulai masuk sekolah
dasar pada tahun ini,” harap Rini.
Setiap bulan, Afwandi membutuhkan
biaya sekitar satu juta rupiah, dimana biaya terbesar untuk membeli susu.
Sedangkan kebutuhan lain berupa pempers, iuran BPJS kelas 3, dan ongkos untuk
pergi terapi ke RSUD Pariaman dua kali setiap minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar